Kamis, 25 Februari 2010

Terpaksa Jual Anak

Kemarin teman saya di FISIP.UI, Prof Meutia Hatta Swasono, menulis di harian ini bahwa penjualan bayi adalah kehancuran peradaban. Dia benar sekali. Tapi saya ingin mengoreksi bahwa peradaban yang rusak di negeri kita bukanlah peradaban rakyat jelata melainkan peradaban para pemimpin dan para tokoh. Sebab para pemimpin itulah yang menjadi penyebab beberapa ibu terpaksa menjual anaknya. Kemiskinan di suatu negara bukan karena rakyat tidak mau bekerja tetapi karena tidak bisa bekerja lantaran terkendala oleh sistem perekonomian yang menyebabkan rakyat terhisap dan dihisap oleh kaum kapitalis. Negeri ini sudah ”dijual” kepada para kapitalis dalam dan luarnegeri sehingga kita semua telah menjadi hamba dari mereka. Cobalah perhatikan dan jawab pertanyaan mengapa usaha kecil dan menengah kita banyak yang gulung tikar? Jawabnya mudah, bagaimana pengusaha kecil dan menengah itu mau melawan serbuan usaha besar dan modal asing yang datang seperti air bah ke dalam negeri tanpa filter sedikitpun. Belum sempat usahawan kelas warung bernafas, sudah datang lagi banjir bandang barang murah dari Cina. Sekarang ini para pengusaha kelas warung hanya bisa duduk bersimpuh sambil berdoa melihat warungnya dan pabrik kecilnya terpaksa ditutup karena bangkrut. Lantas kemana para karyawan mereka? Ya kalau tidak menjadi TKI dan TKW ya menjadi penjahat atau pengemis. Siapa yang mengundang para kapitalis itu kalau bukan para pemimpin?

Suami Prof Meutia, Prof Edi Swasono, tidak lelah-lelah bersuara agar sistem perekonomian Indonesia kembali disusun atas usaha bersama dengan ideologi yang memihak rakyat kecil, dan bahwa bumi, air serta kekayaan alam lainnya mesti dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Beliau bersama teman-teman akademisi di berbagai universitas antara lain Universitas Gajah Mada, suara bapak perekonomian Indonesia Mohammad Hatta dan Pasal 33 UUD 1945 itu senantiasa didengungkan dan diperjuangkan oleh mereka. Tetapi hasilnya masih seperti membentur tembok Cina, hanya gaung yang terdengar ditingkah suara tertawa kaum kapitalis yang mengejek upaya itu. Bayi-bayi yang dijual, orang yang terpaksa makan nasi aking, yang terpaksa mencuri tiga biji kakao atau baju kaos lusuh tapi dijatuhi hukuman, adalah contoh kecil dari kemiskinan yang kini menyerbu tanah air kita dengan gegap gempita. Kita semua menjadi korban ideologi kapitalis dan liberal bukan hanya karena serbuan ideologi itu belaka melainkan juga karena mentalitas banyak pemimpin kita yang tidak peduli kepada nasib bangsanya. Sekarang, sama seperti para pengusaha kecil itu, kita hanya bisa berdoa semoga para pendukung ekonomi yang memihak rakyat kecil tetap diberi ketabahan oleh YMK untuk tidak berhenti memperjuangkan sistem perekonomian yang lebih memihak rakyat kecil guna mengentaskan kemiskinan mereka.

(Amir Santoso, Gurubesar FISIP.UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).

1 komentar: