Kamis, 21 Januari 2010

Soal Gampang dibuat Sulit?

Sejak Pansus DPR untuk Bank Century (BC) dibentuk tiap hari kita punya tontonan baru mirip sinetron. Bagi yang pusing di kantor atau mahasiswa yang mumet di kampus, tontonan itu menyegarkan. Melihat anggota pansus DPR yang beraneka ragam lagaknya dalam mengajukan pertanyaan seperti jaksa menanyai tersangka, sampai para pejabat yang ditanyai, semuanya menyuguhkan hiburan yang menarik. Tapi untuk saya, terus terang saja, tontonan itu mulai menyebalkan. Buang-buang waktu dan tenaga padahal rasanya persoalannya mudah-mudah saja.

Ada duit gelontoran dari negara membengkak dari semestinya sekitar Rp 600 Milyar (menurut Menkeu) menjadi Rp 6.7 Trilyun. Yang menjadi pertanyaan, menurut saya sih, adalah mengapa jumlah itu menjadi sangat besar? Siapa yang memberikan instruksi agar memperbesar jumlah itu? Untuk keperluan apa, dan siapa saja yang menerima? Jika mau sebenarnya hal itu tinggal diperintahkan untuk diusut oleh pihak yang berwenang lalu pelakunya dipecat dan dihadapkan ke pengadilan. Tapi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ternyata ditempuh jalan berliku dan panjang termasuk membentuk pansus, dan terjadilah sinetron itu. Ada apa kok pakai jalan melingkar? Apakah ada ketidakjujuran yang harus disembunyikan? Sungguh terlalu banyak waktu terbuang dan terlampau banyak dampak negatifnya yaitu berupa menyebarnya dugaan-dugaan negatif tentang tokoh-tokoh di lingkaran kekuasaan, dan yang terpenting, semakin tergerusnya legitimasi pemerintah di mata publik.

Adegan sinetron pansus itu bukannya memperkuat wibawa dan kehormatan pemerintah malahan makin merusak. Buktinya, sudah beberapa kali terjadi demo di berbagai kota menghujat Wapres Budiono dan Menkeu Sri Mulyani bahkan menggelar poster-poster yang menghina dan membakar foto mereka. Padahal Wapres dan Menkeu adalah lambang-lambang negara yang seharusnya dihormati. Belum lagi jika kita membaca komentar-komentar di surat pembaca dan di internet yang isinya jauh lebih pedas.

Jika benar cara melingkar itu dipakai untuk menutupi ketidakjujuran maka negara ini sesungguhnya dirusak oleh dua hal utama yaitu oleh kemunafikan dan oleh ketidakmampuan untuk mengambil keputusan secara tegas dan cepat. Urusan mudah dibikin sulit hanya karena ingin menutupi sesuatu dengan cara seolah menjunjung demokrasi. Tapi akibatnya kehidupan masyarakat makin tidak terurus karena energi dan perhatian tersita oleh sinetron pansus. Lalu kapan pemerintah akan mulai membangun negeri ini secara serius? Para pemimpin negeri ini seharusnya menyadari bahwa negeri ini sudah tidak terurus selama duabelas tahun terakhir. Terlalu banyak perhatian para pemimpin hanya diarahkan kepada dirinya sendiri dengan cekcok tidak berkesudahan, bukan kepada kepentingan rakyat dan negara.

Duabelas tahun dibuang sia-sia sehingga akibatnya sudah mulai terjadi ketidakpastian sosial, norma-norma sosial makin kacau, aturan hukum makin banyak dilanggar dan diabaikan bahkan oleh petugas hukum sendiri, perekonomian morat marit meninggalkan kemiskinan dan pengangguran, pendidikan terbengkalai, urusan kesehatan publik tidak dipedulikan, sarana dan prasarana publik tidak terurus dan masih banyak lagi. Wahai para pemimpin, berhentilah main sinetron, berhentilah bersikap munafik, jujurlah kepada diri sendiri dan kepada rakyat karena rakyat sudah letih melihat semua sandiwara itu.


(Amir Santoso, Gurubesar FISIP.UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).

1 komentar:

  1. Iya, Prof., kalau saya ingin pengelola negeri ini, Presiden, Menteri Perumahan, Gubernur DKI Jakarta dan DPRD Jakarta, membuat formulasi dan implementasi Politik Perumahan yang bisa mengatasi kemacetan Jakarta. Perlu didorong agar secara bertahap setiap tempat bekerja: kampus UI, RSCM, Pasar Tanah Abang, LIPI, pabrik, dipikirkan caranya agar membangun apartemen/flat yg dekat dengan tempat kerja.
    Sehingga secara bertahap, dihari-hari kerja di masa depan bagi pegawai/karyawan punya pilihan keluar dari kemacetan Jakarta! Luar biasa parahnya! Malaysia dan Singapura aja bisa, masa Jakarta tidak!

    BalasHapus